Selasa, 21 Maret 2023

Peradaban Turki Utsmani

 

Peradaban Turki Utsmani



 

I.         Sejarah Turki Usmani dan Peradabannya

Kerajaan Turki didirikan oleh orang Turki dari suku Kaigu Ogus, keturunan orang Tuclai yang tinggal di Gurun Gobi Barat. Mulai tahun M, wilayah Turki disebut Kekaisaran Bizantium dan diperintah oleh Romawi selama empat abad. Ibukota kerajaan kemudian dipindahkan dari Roma ke Konstantinopel. Pada awalnya Kesultanan Utsmaniyah hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, tetapi kemudian dengan dukungan militer tidak lama kemudian memiliki kerajaan yang besar selama pawai.[1] Selama sekitar tiga abad, mereka pindah ke Turkestan, kemudian ke Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10 Masehi. Di bawah tekanan serangan Mongol pada tahun M pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke barat pada tahun untuk mencari rumah pegunungan dengan kerabat Seljuk mereka di dataran tinggi Asia Kecil. Di bawah kepemimpinan Ertuğrul, mereka mendedikasikan untuk Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang berperang melawan Bizantium pada saat itu. Sultan Alauddin II menang dengan dukungan, dan sejak itu berkembang lebih jauh ke wilayah-wilayah baru dan memilih Kota Shukd sebagai ibu kotanya.[2]

Masa kepemimpinan Turki usmaniyah dibagi menjadi 5, pertama zaman Syafiq A. Mughni. Kehancuran oleh serangan timur dari masa pemerintahan Utsman I hingga masa pemerintahan Bayazid.Periode kedua (1402–1566), ditandai dengan kebangkitan kekaisaran dan pertumbuhan pesat. Dari Muhammad I sampai Sulaiman I. Periode ketiga (1566-1699). Periode ini ditandai dengan kemampuan Turki usmaniyah mempertahankan wilayahnya hingga kerugian Hongaria. Namun, menurun drastis dari masa pemerintahan Salim II ke Mustafa II. Periode ini ditandai dengan kemunduran kerajaan secara bertahap jatuhnya wilayah di tangan penguasa lokal sejak pemerintahan Ahmad III hingga Mahmud II pada tahun. Periode kelima (1839-1922), periode ini ditandai dengan kebangkitan budaya dan administrasi negara, di bawah pengaruh pemikiran Barat, sejak masa pemerintahan Sultan A. Dari Majid I sampai Majid II. Sebuah kerajaan, dinasti, atau khalifah telah berlangsung selama berabad-abad yaitu pada pemerintahan Ahmad III hingga Mahmud II.[3]

Kemajuan yang dicapai Turki Utsmani antara lain, Bidang Militer dan Pemerintahan Para tentara dapat mengatur dan menata sehingga negara Turki Utsmani dijuluki mesin perang terkokoh dan paling superior. ) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya Turki Utsmani sangat maju pada bidang kemiliteran, sementara dalam ilmu pengetahuan mereka tidak nampak unggul. Bidang Keagamaan Jika ditinjau dari aspek keagamaan pemerintah sangat terselubung selaras dengan Syaria’at Islam.[4]

Faktor-faktor yang menjadi penyebab kehancuran kerajaan Turki Utsmani yaitu: 1) Kelemahan Para Sultan dan Sistem Birokrasi, 2) Kemerosotan Kondisi Sosial Ekonomi, 3) Munculnya Kekuatan Eropa.[5]

 

II.      Dinasti Safawi di Persia dan Peradabannya

Sebelum menjadi sebuah kerajaan besar, pada awalnya kerajaan Safawi hanya merupakan gerakan atau aliran tarekat yang didirikan oleh Safi al-Din Ishak al-Ardabily (1252-1334 M) di Ardabil, Azerbijan. Dalam perjalanannya, tarekat Safawi ini perlahan-lahan berubah dari gerakan tarekat murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia (Asia kecil) dan pengikutnya pun semakin bertambah.[6] Syah Ismail I dalam membangun dan mengembangkan Dinasti Safawiyah adalah dengan melakukan ekspansi ke beberapa wilayah yang berada di sekitar Dinasti Safawiyah. Ismail I berkuasa memimpin Dinasti Safawiyah selama 23 tahun (Tahun 1501-1524 Masehi).

Pada tahun 1493 M, mereka dibebaskan dengan syarat Ali harus membantu Rustam, putra mahkota ak-Koyunlu untuk menyingkirkan rival politiknya (sepupunya sendiri) dalam menduduki tahta kekuasaan. Setelah itu Ali kembali ke Ardabil. Karena khawatir pengaruh Ali semakin meluas, Rustam menyerang Ali (1494) dan dalam serangan tersebut Ali terbunuh. Kekuatan gerakan Safawi bangkit kembali setelah dipimpin oleh Ismail bin Haidar (1501-1524 M), yang sebelumnya ditunjuk oleh Ali. Pada saat tentara AK.Koyunlu menyerang Safawi (1494), Ismail meloloskan dirinya dan lari ke Ghilan. Ditempat persembunyiannya ia menghimpun kekuatan dan memelihara hubungan baik dengan para pengikutnya di Azerbijan, Syria dan Anatolia, selama lima tahun ia bersiap siaga dengan pasukan Qizilbasy nya yang bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501, pasukannya berhasil mengalahkan pasukan AK.Koyunlu, dengan menaklukkan Tybriz, pusat kekuasaan AK.Koyunlu. Di Kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Syah Ismail I, penguasa I kerajaan Safawi. Dan sepuluh tahun kemudian, kerajaan Safawi menguasai seluruh Persia. Dengan demikian semakin tegaklah kerajaan Safawi dengan sistem pemerintahan teokrat, dan menjadikan Syi’ah Itsna Asyariah sebagai mazhab resmi Negara. Demikianlah sejarah asal usul 8 pembentukan kerajaan Safawi, yang dengan eksistensinya sangat penting dalam sejarah Persia.[7]

Kemajuan-kemajan di masa kerajaan safawi, para penguasa Safawi menciptakan sentralisasi kekuatan militer dan administrasi negara dan menciptakan perangkat keagamaan yang mendukung kewenangan shah dan elit lokal. Mula-mula Shal Ismail I mengusahakan birokratisasi administrasi negara dan meningkatkan kekuasaan pejabat sentral Persia berhadapan dengan elit militer Turki. Memperoleh hak untuk berdagang secara bebas di Iran. Prestasi lain dari Safawiyah adalah membangun ibu Kota baru, yaitu Isfahan. Merupakan Kota yang sangat penting bagi perkembangan politik dan ekonomi di Iran dan sekaligus sebagai simbol legitimasi dinasti safawiyah.

Kemunduran Setelah wafatnya Abbas I (1628 M), Kerajaan Safawi diperintah oleh enam orang raja, yaitu Syafi Mirza (1628-1742 M), Abbas II (1742- 1667 M), Sulaeman (1669-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasab II (1722-1732 M) dan Abbas III (1732-1736 M). Kejayaan pada masa Abbas I tidak dapat berkembang, yang akhirnya membawa kepada kemunduran dan mengakibatkan runtuhnya kerajaan Safawi. Faktor- faktor intern mundur dan kehancuran kerajaan Safawi adalah sebagai berikut: Pada masa Safi Mirza dan Shah Abbas II, administrasi pemerintahan dirubah beberapa propinsi kaya dibawahi oleh pemerintahan pusat, diperintah langsung oleh Shah. Terjadinya perebutan kekuasaan dalam kerajaan yang disebabkan oleh tradisi penunjukan raja. Dekadensi moral para raja-raja dan watal mereka yang kejam, seperti Safi Mirza yang tidak segan-segan membunuh pembesar- pembesar kerajaan. Abbas dan Sulaiman yang pemabuk dan tidak terlalu memperhatikan kondisi kerajaan, akibatnya rakyat bersikap apatis terhadap pemerintah.

 Selanjutnya, faktor ekstern menyebabkan kemuduran, bahkan menjadi faktor kehancuran Kerajaan Safawi adalah: a. Konflik berkepanjangan dengan Turki Usmani dengan Safawi yang tidak pernah berhenti, mengakibatkan lemahnya kekuasaan Safawi b. Kelemahan-kelemahan tersebut mengundang keberanian musuh untuk merampas daerahdaerah kekuasaannya, ditambah lagi dengan banyaknya daerah dalam wilayah kekuasaan Safawi melepaskan diri dan melakukan pemberontakan-pemberontakan daerah-daerah yang melepaskan diri terhadap kerajaan. c. Dari faktor intern dan ekstern di atas, kerajaan Safawi akhirnya mengalami kehancuran dan berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia, pada tahun 1736 M yang dijatuhkan oleh Nadir Syah, seorang kepala salah satu suku bangsa Turki yang ada di Persia ketika itu.[8]

 

III.   Sejarah Dinasti Mughal di India Dan Peradabannya

Mughal merupakan Kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai Ibu Kotanya. Kemajuan peradaban Islam di India baru tercapai ketika masa pemerintahan Dinasti Mughal (1526- 1858 M). Bersama dengan dua dinasti lain semasanya, yaitu Safawi di Persia dan Utsmani di Turki, Mughal menjadi lambang kebangkitan kedua dunia Islam setelah masa klasik. Dinasti Mughal merupakan kerajaan yang didirikan oleh keturunan bangsa Mongol. Bangsa Mongol adalah bangsa yang berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuriabarat serta Turkistan Timur. Dari keturunan Timur Lenk lahirlah Abu Said yang merupakan turunan terakhirnya. Dari Abu Said munculah Umar Sheikh Mirza. Dari Umar Sheikh Mirza lahirlah Sultan Zahiruddin Muhammad Babur sebagai pendiri Kerajaan Mughal.[9]

Kerajaan Mughal didirikan oleh Sultan Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M), Sultan Zahiruddin Muhammad Babur adalah salah satu anak keturunan dari Timur Lenk pendiri Dinasti Timuriyah.[10] Sultan Zahiruddin Muhammad Babur digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Nasiruddin Muhammad Humayun yang memerintah dari tahun 1530- 1556 M. Sultan Nasiruddin Muhammad Humayun merupakan ayah dari Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar, lalu Sultan Nasiruddin Muhammad Humayun meninggal dunia pada bulan Januari 1556 M. Situasi India pada saat itu belum stabil, kemudian pemberontakan terjadi dimana-mana. Disaat yang gawat darurat itulah Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar putra dari Sultan Nasiruddin Muhammad Humayun tertua dan baru berusia 14 tahun naik tahta menggantikan ayahnya yaitu pada tahun 1556 M.[11]

Pada masa pemerintahan Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar terjadi kemajuan di berbagai bidang. Dalam bidang kesenian, Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar sangat apresiatif terhadap seni lukis yang dibuktikan dengan mendirikan sekolah seni Indo-Persia. Sedangkan di bidang pendidikan, banyak karya sastra dalam bahasa sanskerta diterjemahkan kedalam bahasa Persia, termasuk Mahabarata dan Atharva Veda.[12] Meskipun terdapat berbagai kritikan atas kebijakannya, sebagai seorang penakluk, negarawan dan penguasa, Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar menduduki posisi terdepan dalam sejarah Dinasti Mughal. Prestasi yang menjadikannya pemimpin terbesar Dinasti Mughal atau mungkin salah satu penguasa dari berbagai penguasa terbesar di dunia.

Politik Sulh-e-Kul terus diterapkan oleh penguasa setelah Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar, walaupun salah satu lembaga produknya yaitu Din-illahi dihapuskan oleh Sultan Nuruddin Muhammad Salim (Jahangir) setelah Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar Wafat. Kemajuan yang dicapai Sultan Akbar: 1. Bidang Politik dan Militer. Kemajuan politik yang berhasil dicapai adalah politik sulakhul (toleransi universal) yang kemudian melahirkan sistem Din-i-Ilahi dan Mansabdhari, 2. Bidang Ekonomi, dalam hal ini perekonomian pemerintah mengatur masalah pertanian dengan wilayah terkecil disebut Deh dan beberapa Deh bergabung dalam Pargana (kawedanan), 3. Bidang Seni dan Arsitektur, Karya seni dan arsitektur Mughal masih bisa dinikmati keindahannya sampai saat ini, 4. Bidang Agama, Sultan Akbar menerapkan konsep Din-i-Ilahi, karena kebijakannya ini sultan Akbar banyak mendapatkan kritikan. Konsep ini merupakan upaya agar dapat menyatukan beragam agama di India.[13]

DAFTAR PUSTAKA

Mufid, Muhammad Basyrul. Sejarah Kerajaan Turki Utsmani Dan Kemajuannya Bagi Dunia Islam, 2018.

Putri, Rahmida, Haidar Putra Daulay, and Zaini Dahlan. “Warisan Peradaban Islam Era Turki Utsmani Sebagai Penguat Identitas Turki Modern” 1 (n.d.).

Rahman, Fathur. “Sejarah Perkembangan Islam Di Turki” 10 (2018).

Yunus, Abdul Rahim, and Abu Haif. Sejarah Islam Pertengahan. Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2016.

 

 



[1] Taqwatul Uliyah, “Kepemimpinan Kerajaan Turki Utsmani” 7, no. 2 (2021)

[2] Muhammad Basyrul Mufid, Sejarah Kerajaan Turki Utsmani Dan Kemajuannya Bagi Dunia Islam, 2018.

[3] Fathur Rahman, “Sejarah Perkembangan Islam Di Turki” 10 (2018).

[4] Rahmida Putri, Haidar Putra Daulay, and Zaini Dahlan, “Warisan Peradaban Islam Era Turki Utsmani Sebagai Penguat Identitas Turki Modern” 1 (n.d.).

[5] Taqwatul Uliyah, “Kepemimpinan Kerajaan Turki Utsmani” 1, no. 2 (2021).

[6] Harjony Desky, “Kerajaan Safawi Di Persia dan Mughal di India Asal Usul, Kemajuan dan Kehancuran.”

 

[7] Desky, “Kerajaan Safawi Di Persia Dan Mughal Di India Asal Usul, Kemajuan Dan Kehancuran.”

[8] Adiyana Adam, Abd Rahim Yunus, and Syamsan Syukur, “Sejarah Perkembangan dan Kemunduran Tiga Kerajaan Islam di Abad Modern (1700-1800-An)” 8, no. 1 (2022).

[9] Abdul Rahim Yunus and Abu Haif, Sejarah Islam Pertengahan (Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2016).

[10] Sandi Nur Rohman, Dinasti Mughal, h. 1

[11] Sokah, Din-illahi, Kontroversi Keberagamaan Sultan Akbar Agung, (India 1560- 1605 M(Yogyakarta: Ittaqa Press, 1994),h.5

[12] Ading Kusdiana, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.243.

Peradaban Islam Di Spanyol

 

Peradaban Islam Di Spanyol



 

I.              Sejarah Penguasaan Islam di Andalusia/Spanyol

Pada masa pemerintahan Umayyah I dari Damaskus, pemerintahan Islam memasuki Andalusia untuk pertama kalinya, tetapi sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam menguasai Afrika Utara dan menjadi provinsi Umayyah. Pada masa Khalifah Abdul Malik pada tahun (685-705 M) mengambil kendali penuh atas Afrika Utara. Khalifah Abdul Malik menunjuk Hasan ibn Numan al-Ghasani sebagai gubernur wilayah tersebut. Pada masa pemerintahan Khalifah al-Walid, Hasan ibn Numan digantikan oleh Musay ibn Nushar. Pada masa pemerintahan al-Walid, Musay ibn Nushar memperluas wilayahnya dengan merebut Aljazair dan Maroko. Secara terpisah, dia menyelesaikan penaklukan bekas tanah barbar di wilayah pegunungan, berjanji bahwa mereka menyatakan kesetiaan mereka dan tidak menimbulkan malapetaka seperti sebelumnya, dan menjadi salah satu provinsi Kekhalifahan Umayyah. Butuh waktu 53 tahun. Dimulai dari tahun 30 H (pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (pemerintahan Al-Walid). Sebelum ditaklukkan dan diperintah oleh Islam, wilayah tersebut merupakan basis kekuatan Kekaisaran Romawi, Kerajaan Gothic. Kerajaan ini sering memprovokasi penduduknya untuk memberontak dan menentang kekuasaan Islam. Begitu wilayah itu benar-benar terkendali, umat Islam mulai mengalihkan perhatian mereka ke penaklukan Spanyol.

Tiga pahlawan Islam yang akrab dengan peristiwa bersejarah ini adalah Tarif ibn Malik, Tariq ibn Ziyad dan Musay ibn Nushair. Tentu saja, pelaksana utama ekspansi Islam ke Andalusia pada tahun adalah Tariq ibn Ziyad. Dengan bantuan 12.000 tentara, Tariq dengan gagah berani menaklukkan kota-kota penting Andalusia seperti Granada, Toledo, dan Cordoba. Penyebaran Islam di Andalusia pada tahun ditentang oleh Raja Roderic, penguasa Andalusia saat itu. Namun demikian, pasukan Tariq perlahan mampu menahan Roderic. Pertikaian antara Raja Roderic dan Kristen Arya di Andalusia merupakan faktor lain yang memfasilitasi misi penaklukan Thariq. Konflik dimulai pada tahun dengan kebijakan Raja Roderick, yang memimpin rakyatnya untuk mempercayai Trinitas. Paksaan raja terhadap rakyat berakhir dengan penindasan terhadap orang-orang Kristen Arian. Karena kejadian ini, salah satu pemimpin Kristen Arian meminta bantuan kepada komandan Tariq ibn Ziyad. Perang antara Tariq ibn Ziyad dan Raja Roderick akhirnya pecah pada tanggal 19 Juli 711 M M di muara Sungai Barbae di tepi Laguna Janda. Pasukan Roderick jauh kalah jumlah, mencapai 25.000, tetapi komandan Tariq ibn Ziyad mampu menggulingkannya hanya dengan pasukan berjumlah 12.000 orang. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kemenangan ini diraih terlepas dari kepintaran Thariq ibn Ziyad dalam pertempuran tersebut. Juga karena perpecahan kubu Raja Roderick Pengkhianatan lawan politik Roderick yang dipimpin oleh Uskup Opus menjadi faktor utama penyebab terpecahnya kubu Roderick. Dalam peristiwa itu, Raja Roderick terpaksa menerima kekalahan.[1]

 

  II.     Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol

 

Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol Bani Umayyah mewarisi kecakapan untuk memanfaatkan benda-benda yang masih bisa digunakan untuk membangun peradaban Umayyah di Andalusia. Abdurrahman juga membangun Rufasa, taman indah dengan pohon-pohon palem yang menjulang tinggi di Andalusia. Untuk mengimbangi kemegahan Masjidil Haram dan Masjidil Umar di Jerussalem yang dikuasai oleh Bani Abbasiyah, ia membangun Masjid Cordova pada 786 M, sebuah masjid yag tidak kalah indah, yang dibangun dari sisa-sisa Gereja peninggalan Ferdinand III. Abdurrahman II (821-852) membangun peradaban ilmu dengan mengimpor buku-buku ilmu pengetahuan dari Alexandria, Damaskus dan Bahgdad ke Andalusia.[2]

Masa Abdurrahman II ditandai dengan penemuan-penemuan di bidang teknologi yang sebenarnya diniatkan untuk memudahkan urusan ibadah kaum Muslim. Penemuan-penemuan teknologi ini melibatkan banyak komponen masyarakat, mulai dari pencarian literatur-literatur tentang teknologi sampai ke Baghdad, diantaranya terjemahan karya-karya Euclides The Element, Archimedes On the Sphere and Cylionde, Appolonius the Coniucs atau Ptolomy, Amagest. Peradaban Andalusia mengembangkan ilmu kesehatan, ilmu ukur, optika, arsitekstur dan ilmu bintang untuk penanggalan. Pasa masa itu Arsitektur menjadi salah satu puncak peradaban ilmu Andalusia.[3]

Pembangunan peradaban ilmu di Andalusia dapat maju karena beberapa faktor yang mendukung. Pertama, masa itu antara ilmu dan agama tidak terjadi pertentangan. Kedua, pembangunan peradaban ilmu di Andalusia memang memiliki keuntungan terhadap pengaruh ajaran-ajaran Islam yang meninggikan ilmu pengetahuan dan sedikit pengaruh pada warisan bangsa Visigoth. Ketiga, membangun peradaban ilmu di Andalusia, khususnya pada masa Abdurrahman I (756-788 M) sampai Al-Qasin Al-Ma’mun (1018-1021 M) mengalami masa damai dan kecil ada peperangan.[4] Diantara ekspansi ilmu pengetahuan pada masa kekuasaan di spanyol adalah filsafat, bahasa adan sastra, arsitektur, ekonomi dan lain-lain.[5]

 

III.          Kemunduran Peradaban Islam di Spanyol

Adapun yang menjadi faktor kemunduran Islam di Spanyol, terdapat beberapa penyebab bagi terjadinya kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol ialah sistem pengangkatan ke Khalifahan kurang jelas. Anggota keluarga bani Umayyah saling memperebutkan kekuasaan, mereka saling mengklaim dirinya bahwa merasa lebih berhak untuk menjadi khalifah, di samping itu pula boleh jadi dikalangan pembesar-pembesar kerajaan yang bukan dari kalangan mereka juga berambisi menduduki kekhalifahan. Sepeninggal Mulk Al-Mansur yang berkuasa sejak tahun 976-1003 M maka terjadilah kemelut yang berkelanjutan didalam perebutan kekuasaan sampai daulat Umayyah di Spanyol runtuh, peristiwa ini dalam tempo 29 tahun saja sepeninngal Mulk Al-Manshur yaitu antara tahun 393/1003 M dengan 422/1031 M. Semua kejadian tersebut menandakan bahwa peralihan dari satu khalifah ke khalifah berikutnya tidak ada peraturan yang mengikat, akibatnya di antara keluarga istana merasa punya hak untuk menduduki jabatan khalifah, sehingga dengan mudah terjadi perebutan kekuasaan di antara keturunan-keturunan bani Umayyah, yang datang kemudian lebih lemah dari pada yang terdahulu, perang saudara tak terhindarkan, padahal mereka sesama umat Islam. Terkait mundurnya peradaban Islam di spanyol meliputi, munculnya kerajaan-kerajaan kecil, fanatisme kesukuan, konflik sesama Muslim, konflik dengan Kristen, letak geograis yang terpencil, serta hapusnya islam di Andalusia.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Faidi. “Sistem Kekhalifahan dan Konstruksi Budaya Politik Arab” 13 (2018).

Saputri, Itsnawati Nurrohmah. “Daulah Umayyah di Andalusia dan Hasil Budayanya.” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 4 (2021).

Setiawan, Iwan. “Peradaban Ilmu Andalusia : Masa Puncak dan Kehancurannya.”.” IAIN Syekh Nurjati Cirebon 9 (2021).

 

                                                                                                            



[1] Ahmad Faidi, “Sistem Kekhalifahan dan Konstruksi Budaya Politik Arab” 13 (2018).

[2] Iwan Setiawan, “Peradaban Ilmu Andalusia : Masa Puncak dan Kehancurannya.” IAIN Syekh Nurjati Cirebon 9 (2021).

[3] Setiawan, “Peradaban Ilmu Andalusia : Masa Puncak dan Kehancurannya.” 

[4] Setiawan, “Peradaban Ilmu Andalusia : Masa Puncak dan Kehancurannya.”

[5] Itsnawati Nurrohmah Saputri, “Daulah Umayyah di Andalusia dan Hasil Budayanya,” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 4 (2021).

Dinasti Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah



 

1          Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah

Berdirinya dinasti Abbasiyah berawal sejak merapuhnya kekuasaan Bani Umayyah yang berujung pada keruntuhan Dinasti Umayyah di Damaskus. Dengan segala konflik yang ada pada tubuh Bani Umayyah, menjadikan Bani Abbasiyah maju sebagai pengganti kepemimpinan umat Islam.[1] Setelah meruntuhkan Dinasti Umayyah dengan membunuh Marwan sebagai khalifahnya pada tahun 750 M, Abu Al-Abbas mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah.[2] Pusat kekuasaan Bani Abbasiyah di Baghdad dengan mayoritas Muslim sunni.

Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia.[3] Bani Abbasiyah dibangun benar-benar atas dasar penyalahgunaan pemegang kendali Bani Umayyah seperti pelanggaran, tandan, suku, dan sahabat, serta penganiayaan terhadap Syiah, Hasyimiyah dan pengucilan terhadap Muslim Ajam. Pada saat itu ada perkembangan bawah tanah untuk membantahnya.[4]

 

2          Pola Pemerintahan Dinasti Abbasiyah

Kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai 656 H (1250 M).[5] Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan maupun pendidikan Islam yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan kultur budaya yang terjadi pada masa-masa tersebut. Kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa kekhalifahan Harun Ar-Rasyid yang berkuasa dari tahun 786 M sampai 809 M dan putranya Al-Ma'mun yang berkuasa dari 813 M sampai dengan 833 M.[6]

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbasiyah menjadi lima periode: 9 1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama. 2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama. 3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti Bani Buwaihi dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. 4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan Daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (Salajiqah al-Kubra/Seljuk Agung). 5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar Kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.[7]

 

3          Ekspansi wilayah pada masa Dinasti Abbasiyah

Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, yaitu Humaimah, Kufah dan Khurasan. Jika pada masa Bani Umayyah lebih dikenal dengan upaya ekspansinya, maka pada masa Bani Abbasiyah yang lebih dikenal adalah berkembangnya peradaban Islam. Kalau dinasti Umayyah terdiri atas orang-orang “Arab Oriented”, dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional, assimilasi corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya.

Hal menarik dari perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah adalah bahwa sebagian besar orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ini tidak hanya berasal dari bangsa Arab Muslim atau dikenal dengan kaum mawali.[8]

 

4          Peradaban islam pada masa Dinasti Abbasiyah

Peradaban Islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Kemajuan ilmu pengetahuan diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, dan juga terbentuknya mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berpikir.[9] Garis Abbassiyah adalah garis Islam yang paling berhasil dalam membangun peradaban Islam.[10]

Al-Ma’mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah antara lain, menerjemah, lembaga pendidikan, pusat pusat kegiatan ilmu pengetahuan.[11]

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan Agama serta tokoh-tokohnya pada Masa Dinasti Abbasiyah antara lain, ilmu kedokteran. Pengarang kedokteran yang pertama Islam adalah Ali bin Rabban Ath- Thabari yang menulis “Firdaus al Hikmah” pada tahun 850 M. setelah Ali bin Rabban Ath Thabari, lahir ratusan dokter dan keilmuan kedokteran Islam seperti Ar Razi, Ali bin Al Abbas, Ibnu Sina, Jabir bin Hayyan, Al Kindi, Al Farabi, Ar Razi.[12]

Ilmu astronomi pada masa dinasti Abbasiyah, digagas oleh supervisor seorang Yahudi yang baru masuk Islam, Sind bin Ali dan Yahya bin Abi.[13] Abu Musa Jabir bin Hayyan, atau dikenal dengan nama Geber di dunia Barat, Ia adalah ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu kimia di abad ke-8 M, jauh sebelum ahli kimia barat bernama John Dalton (1766–1844M) mencetuskan teori molekul kimia.[14] Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat.[15]

Di bidang matematika terkenal Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma’tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat.[16]

Ilmu Hadist Pada masa Dinasti Abbasiyah perkembangan ilmu hadits terbagi menjadi dua periode yaitu periode kelima dan periode keenam. Pada periode kelima dimana para ulama menghimpun dan membukukan hadits-hadits ke dalam kitab hadits dan memisahkannya dari fatwa sahabat.[17] Kemudian pada periode keenam yakni dinama Ilmu hadist ini sudah mulai berkembang, diantaranya yakni banyaknya orang yang berlomba-lomba menghafalkan banyak hadist, memperbaiki susunan kitab-kitab hadits, Mengumpulkan kitab-kitab hadits yang masih berserakan, dan Membuat kitab syarah atau penjelasan terhadap kitab-kitab hadits terdahulu.[18]

Tokoh-tokoh ilmu tasawuf pada masa Dinasti Abbasiyah di antaranya adalah Rabiah al Adawiyah, al-Muhasibi, Mansyur al Hajjaj, Jalaludin ar Rumi dan Ibnu Arabi.[19] Ilmu fiqih pada masa Dinansti Abbasiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat.[20]

 

DAFTAR PUSTAKA

Maryamah. “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah” 1 (2019).

Mujayanah. Sejarah Kebudayaan Islam. Tegal: Press2017, n.d.

Nuzairina. “Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan Dan Kebangkitan Kaum Intelektual.” Universitas Islam Negeri Islam Sumatera Utara 3 (2020).

Rina, Estu Ratna. “Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah.” Universitas Islam Negri Walisongo (2017).

Rosanti Salsabila. “Sejarah Dinasti Abbasiyah Dan Perkembangan Pendidikan Islam Masa Modern.” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1 (2021).

       Rozak, Abdul. “Budaya Literasi Masyarakat Islam Klasik Periode Diansti Abbasiyah” (2020).

       Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Pubhlising, 2016.

 



[1] Nuzairina, “Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan Dan Kebangkitan Kaum Intelektual,” Universitas Islam Negeri Islam Sumatera Utara 3 (2020): h. 93.

[2] Nuzairina, “Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan Dan Kebangkitan Kaum Intelektual.”

[3] Nuzairina, “Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan Dan Kebangkitan Kaum Intelektual.”

[4] Rosanti Salsabila, “Sejarah Dinasti Abbasiyah Dan Perkembangan Pendidikan Islam Masa Modern,” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1 (2021).

[5] Maryamah, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah” 1 (2019).

[6] Abdul Rozak, “Budaya Literasi Masyarakat Islam Klasik Periode Diansti Abbasiyah” (2020).

[7] Maryamah, “Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah.”

[8] Estu Ratna Rina, “Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah,” Universitas Islam Negri Walisongo (2017).

[9] Nuzairina, “Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan Dan Kebangkitan Kaum Intelektual.”

[10] Rosanti Salsabila, “Sejarah Dinasti Abbasiyah Dan Perkembangan Pendidikan Islam Masa Modern.”

[11] Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam (Medan: Perdana Pubhlising, 2016).

[12] Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam (Tegal: Press2017, n.d.).

[13] Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam.

[14] Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam.

[15] Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam.

[16] Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam.

[17] Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam.

[18] Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam.

[19] Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam.

[20] Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam.


Kerajaan Islam Zaman Penjajahan Belanda

KERAJAAN ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA A. Peran Islam dan Kekuatan Pada Masa K olonial Sebelum Belanda datang ke Indonesia, Agama I...